Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
arti dari slank




Pada zaman Orde Baru berulang kali ekspresi seni yang bermuatan politik mengundang reaksi pemerintah. Tidak sulit memetakan ketegangan ini dan memperkirakan simpati masyarakat. Sebagai peristiwa politik—bukan peristiwa kesenian—ekspresi seni ini terbaca menentang kekuasaan represif dan memperjuangkan demokrasi.

Akan lain halnya bila ekspresi seni yang mengundang reaksi adalah ekspresi yang lebih subtil: ekspresi yang lahir dari keinginan membangkitkan kesadaran atau lahir dari kontemplasi yang jauh dari persoalan politik seperti rasa keindahan dan erotisme. Dan akan menjadi lebih lain lagi bila reaksi datang bukan dari pemerintahan represif, tetapi dari kelompok masyarakat. Tidak mudah memetakan ketegangan ini dan memperkirakan simpati masyarakat.

Memang bisa saja menyamakan ekspresi seni yang subtil dengan ekspresi seni yang bermuatan politik. Menganggapnya bertumpu pada hak asasi seniman mengutarakan pendapat dalam iklim demokratis. Namun, upaya ini akan menimbulkan perdebatan panjang tanpa akhir. Bagi kelompok masyarakat yang menunjukkan reaksi, hak asasi seniman dirasakan melanggar hak asasi orang lain. Kelompok masyarakat sekecil apa pun—atas nama masyarakat atau tidak—dengan mudah membacakan hak-haknya yang mempunyai kedudukan sama.

Agaknya tidak ada kemungkinan lain. Kesenian sendiri yang harus membela ekspresi seni yang subtil itu dan tidak mengandalkan kekuatan politik atau organisasi masyarakat yang belum tentu memahami apa makna ekspresi seni yang menimbulkan ketegangan. Kesenian harus menjelaskan kehadirannya.

Mulanya, menguraikan bahwa ekspresi seni yang menimbulkan ketegangan adalah ekspresi seni yang tidak cuma merayakan nilai-nilai budaya yang diakui seperti kesenian di dunia tradisi. Ekspresi seni ini mengandung ekspresi individual walau tidak bertumpu pada hak-hak asasi individu yang bisa dibaca berakar pada konflik individualitas dan kolektivitas. Seperti tercermin pada ekspresi seni yang bermuatan politik, ekspresi seni yang subtil bahkan erotis, bermuara pada persoalan bersama atau persoalan masyarakat.

Tantangan yang harus dihadapi adalah ekspresi seni itu selalu dianggap ekspresi seni yang kebarat-baratan. Karena itu, uraian apa pun akan dengan mudah dipatahkan pendapat-pendapat klise seperti "mencerminkan kebudayaan impor", "tidak sesuai dengan nilai-nilai ketimuran" atau "bukan kesenian Indonesia". Karena itu mengandalkan prinsip-prinsip kesenian Barat untuk menjelaskan ekspresi seni ini, betapa pun terkesan canggih, dengan sendirinya akan menjadi kontraproduktif dan justru meningkatkan ketegangan.

Apalagi bila prinsip kesenian Barat yang diandalkan itu tidak dipahami bahkan tidak disadari merupakan prinsip kesenian Barat. Kemungkinan tidak paham ini sangat besar. Tercermin pada persoalan sederhana, yaitu tidak adanya kesadaran sampai kini bahwa istilah "art" (sebuah kata) dalam bahasa Inggris mempunyai tiga pengertian yang bertumpuk. Dalam bentuk tunggal "art" berarti "seni" dan sekaligus "seni rupa". Dalam bentuk jamak, yaitu "arts" berarti "kesenian".

Pengguna bahasa Inggris (sebagai bahasa ibu) tidak pernah memberi aba-aba sedang menggunakan pengertian yang mana. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya memahami sepenuhnya uraian kesenian dalam bahasa Inggris. Padahal, konstruk peristilahan yang tidak mudah dipahami ini justru mencerminkan ideologi seni Barat dan menunjukkan persepsi mendasar tentang seni pada kebudayaan Barat.

Dilihat dari kajian linguistik, istilah "art" dalam bahasa Inggris itu menunjukkan gejala kata benda (nounish phenomenon). Ini memperlihatkan persepsi yang percaya bahwa seni berpangkal pada muse (semacam wahyu dalam bahasa Yunani). Seni diyakini semacam "benda" yang diturunkan dari atas. "Ada" pada seniman (manusia yang punya keistimewaan) dan "ada" pada karya seni (mempunyai nilai intrinsik) sesudah ditransfer seniman.

Persepsi kebendaan itu yang membuat seni rupa yang membawa sifat kebendaan menjadi istimewa dan berada di atas semua kesenian. Karena itu, seni dan seni rupa dalam bahasa Inggris disamakan. Persepsi ini pula yang membuat seni pertunjukan dan seni musik dalam kebudayaan Barat (sastra dibahas dalam wacana lain) "diseni-rupakan" melalui istilah "arts".

Bila ideologi seni Barat itu sudah dipahami bisa dipertanyakan, apakah perkembangan kesenian di Tanah Air bertumpu pada ideologi seni itu dan karenanya menjadi kebarat-baratan? Jawabannya tegas: Tidak! Penyangkalan ini bisa dilihat dengan kembali melakukan kajian linguistik.

Istilah-istilah "seni rupa", "seni musik", "seni teater", "seni sastra" dalam bahasa Indonesia memperlihatkan gejala adverbial. Gejala ini menunjukkan kata-kata penting (rupa, musik, tari, sastra) yang mendasari pengertian istilah-istilah ini hanya kata keterangan (adverb). Keutamaan pada istilah-istilah ini terletak pada kata "seni"-nya. Semua istilah ini menerangkan pengertian "seni", yaitu kepekaan pada seniman yang bersifat abstrak. Istilah "seni" dalam bahasa Indonesia ini sama sekali tidak membawa sifat kebendaan.

Berkaitan dengan persepsi itu, semua ungkapan seni punya kedudukan sejajar. Ungkapan seni bahkan tidak dibatasi pada seni rupa, seni tari, seni musik, dan seni teater saja (dikenal menampilkan ekspresi individual). Deretan istilah ini bisa diperpanjang dengan seni keris, seni batik, seni ronggeng (dan sebagainya) yang dikenal sebagai kesenian di dunia tradisi.

Tidak berarti, istilah "seni" dalam bahasa Indonesia lahir dari dunia tradisi etnik. Dalam kebudayaan etnik tidak ada kebiasaan mempersoalkan konsep seni secara khusus dan mengidentikasinya melalui pertanyaan, apakah seni? Karena itu, istilah "seni" dalam bahasa Indonesia menandakan terjadinya persentuhan dengan kebudayaan Barat.

Kendati kata "seni" berasal dari kata dalam bahasa Melayu yang berarti "halus", definisi seni menunjukkan pemikiran di balik istilah ini berasal dari istilah kagunan dalam bahasa Jawa Tinggi. Istilah ini merupakan satu-satunya istilah dalam khazanah bahasa daerah di Nusantara yang bisa digunakan untuk mempersoalkan konsep seni.

Persentuhan dengan kebudayaan Barat itu membuat sumber istilah "kagunan" adalah istilah mousikę technę dalam bahasa Yunani. Istilah dalam bahasa Yunani ini pula (artes liberales dalam bahasa Latin) yang mendasari istilah "art" dalam bahasa Inggris dan istilah-istilah seni dalam bahasa-bahasa Eropa lain. Pembentukan pengertian "art" dan "kagunan" berlangsung paralel antara abad ke-18 dan awal abad ke-19. Pengertian yang terbentuk di dua kebudayaan ini ternyata berbeda.

Bila istilah "art" cenderung menekankan pengertian muse pada istilah mousikę technę, istilah kagunan cenderung menekankan istilah technę (teknik). Ini terlihat pada kata dasar kagunan, yaitu guna yang berarti watak, keahlian, faedah, guna. Penekanan yang berbeda ini—mencerminkan persepsi berbeda—yang membuat pengertian "art" dan pengertian "kagunan" menjadi tidak sama.

Ketika istilah "seni" terbentuk dalam bahasa Indonesia, ideologi seni itu yang menjadi dasar pembentukannya. Gejala ini menunjukkan menerusnya pembentukan persepsi tentang seni yang berproses selama satu abad. Kendati ideologi seni itu tidak muncul sebagai kesadaran pada seniman masa kini, kesamaan intuisi pada proses budaya, kesamaan pemahaman melalui bahasa dan rasa bahasa dalam menangkap pengertian istilah seni, membuat ekspresi seni pada perkembangan kesenian di Indonesia bertumpu pada ideologi seni ini.

Semua kredo artistik seniman sepanjang sejarah kesenian di Tanah Air boleh diuji hubungannya dengan ideologi seni itu. Ini sebabnya mengapa semua ekspresi seni yang tampil dalam kesenian Indonesia—dari yang subtil, erotis sampai yang bermuatan politik—bermuara pada persoalan bersama atau persoalan masyarakat.

Sejalan dengan bahasa Indonesia yang dikenal sebagai bahasa modern, kesenian yang dasarnya tercermin pada konstruk peristilahan seni dalam bahasa Indonesia adalah kesenian modern. Ideologinya menunjukkan, kesenian modern ini bukan cuma akibat persentuhan dengan kebudayaan Barat. Kesenian modern ini lahir dari translasi budaya di mana kekuatan-kekuatan tradisi ikut membentuknya.

Kembali ke persoalan ekspresi seni yang mengundang reaksi kelompok masyarakat, reaksi ini terjadi karena kesenian modern itu tidak dikenali. Ini sebuah tanda bahwa modernitas di mana kesenian ini berada tidak dikenali pula. Padahal, konsep Indonesia sebagai bangsa dan Republik muncul dari pemikiran-pemikiran modern. Karena itu, modernitas tidak bisa disangkal adalah sebuah dasar pada konsep Republik.

Modernitas itu berbeda dengan modernitas di dunia Barat yang diyakini merupakan kontradiksi tradisi. Modernitas dalam konsep Republik harus dilihat melalui pluralisme: bukan realitas modern dengan satu substansi, tetapi realitas modern dengan substansi berlapis-lapis. Karena itu, modernitas ini mengandung realitas tradisi-tradisi dan realitas perkembangan tradisi-tradisi.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa modern dan juga kesenian modern mencerminkan proses pelembagaan nilai-nilai modern di mana terjadi transformasi dari tradisionalitas ke modernitas itu. Ideologi seni yang mendasari kesenian modern mencerminkan dengan jelas modernitas ini adalah modernitas dengan konteks Indonesia. Karena itu, reaksi kelompok masyarakat pada ekspresi seni pada kesenian modern adalah peristiwa kecil yang membawa tanda besar: modernitas yang merupakan salah satu dasar konsep Republik ternyata tidak sesungguhnya dipahami.

Ketidaktahuan itu yang membuat Republik tidak lagi tegak sebagai paradigma ketika berbagai lembaga dan pranata pada masyarakat terbentuk pada perjalanan Republik. Pada masa awal Republik, paradigma ini berperan dan berbagai lembaga dan pranata masyarakat memperlihatkan interaksi yang mutual. Namun dalam perjalanan Republik, interaksi mutual ini ternyata berubah menjadi disorde.

Dalam teori entropy disorde itu membawa tanda-tanda khaos yang bisa berkembang ke khaos total. Tidak terbayangkan harga yang harus dibayar masyarakat dengan 400 kebudayaan etnik dan belum seluruhnya berpikir maju ketika menghadapi khaos. Benar, teori ini bilang khaos total akan melahirkan orde yang sama sekali baru, tetapi apalah artinya orde ini apabila menandakan runtuhnya konsep Republik.

Ini bukan ungkapan romantik yang heroik apalagi ungkapan kuno yang klise. Ini ungkapan kecemasan Republik hari ini.

Back